Senin, 03 September 2012

Manajemen Mutu Guru



“Manajemen Pengembangan Mutu Kinerja Guru Dalam Rangka Meningkatkan Kualitas Lulusan”
(Studi Deksriptif Analisis Kuantiatif  pada Sekolah Dasar Negeri di Kabupaten Indramayu).


A. Pendahuluan

Pada tingkat paling operasional dalam pengelolaan lembaga pendidikan, kemampuan manajerial kepala sekolah, kualitas kompetensi guru, motivasi guru, dan kualitas komunikasi guru, merupakan variable yang berpengaruh terhadap kepuasan kerja guru, yang berimplikasi terhadap kualitas lulusan pada Sekolah Dasar Neheri di Kabupaten Indramayu.
Kepala sekolah dengan segala kemampuan dalam melakukan langkah manejerial yang dimilikinya adalah orang yang berada di garis terdepan, harus mampu memanage seluruh instrumen ( internal inpupt maupun eksternal input) baik instrument yang berhubungan dengan manusia maupun non manusia, dalam konteks manajemen berbasis sekolah yang mendukung proses manajerial dalam upaya membangkitkan kepuasan kerja yang berimplikasi terhadap kualitas lulusan pada Sekolah Daar Negeri di Kabupaten Indramayu.
Disadari bahwa peranan guru dalam sistem pendidikan nasional merupakan pusat aktivitas semua komponen pendidikan. Guru juga dipandang sebagai potensi yang memiliki nilai/guna ekonomi relatif lama. Produktivitas pendidikan banyak tergantung pada seberapa jauh kontribusi yang diberikan sumber daya ini melalui pelaksanaan tugas mereka sehari-hari. Dalam organisasi kependidikan, guru merupakan individu yang mempunyai peranan penting dalam menciptakan suasana yang kondusif untuk terciptanya proses belajar mengajar di sekolah. Untuk mencapai atau melaksanakan tugas dan pekerjaannya tersebut, guru harus mempunyai kemampuan yang memadai, yang perwujudannya akan nampak dalam kepuasan kerja, yang berimplikasi pada kinerja yang pada akhirnya berimplikasi pula pada kualitas hasil belajar.
Kepuasan kerja tidak lahir dengan sendirinya, akan tetapi dipengaruhi pula oleh bagaimana seorang kepala sekolah sebagi Top Leadersheep  di sekolah, dalam kemampuan manajerialnya sebagai wahana dalam meramu seluruh tahapan manajemen di sekolah sejak proses perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan aktivitas organisai, sampai dengan proses pengawasan sebagai media umpan balik dalam mengevaluasi keseluruhan tahapan manajemen tersebut.
Kepuasan kerja guru tidak terlepas dari unsur-unsur di atas. Guru harus dapat menyelesaikan tugas-tugasnya dengan baik, dan bertanggungjawab atas hasil kerjanya. Kepuasan kerja guru inilah yang akhirnya akan melahirkan kualitas dari organisasi sekolah, dan pada gilirannya akan meningkatkan kinerja guru yang bersangkutan. Semakin kurat guru melaksanakan fungsinya, semakin terjamin tercipta dan terbinanya kesiapan dan keandalan seseorang sebagai manusia pembangunan. Dengan kata lain, potret dan wajah diri bangsa di masa depan tercermin dari potret diri para guru masa kini, dan gerak maju dinamika kehidupan bangsa berbanding lurus dengan citra guru ditengah-tengah masyarakat.
Kepuasan kerja pada dasarnya merupakan hal yang sangat individual. Oleh karena itu setiap individu akan memiliki tingkat kepuasan kerja yang berbeda-beda sesuai dengan system nilai yang berlaku pada dirinya. Semakin tinggi persepsi seseorang terhadap kegiatan yang sesuai dengan keinginannya, maka semakin tinggi pula tingkat kepuasan kerja yang akan dirsakannya.
Kepuasan kerja menurut Keith Davis dan Jhon W Newstrom (1977) adalah seperangkat perasaan pegawai tentang menyenangkan atau tidaknya pekerjaan mereka . Sementara pandangan Robin (1990) adalah sikap umum pekerja yang menilai perbedaan antara jumlah imbalan yang diterima dengan yang diyakininya seharusnya diterima.
Dari dua teori di atas dapat penulis simpulkan bahwa kepuasan kerja guru adalah perasaan emosional yang dimiliki oleh seorang guru berdasarkan pandangan yang menyenangkan untuk mewujudkan kenyataan sesuai dengan harapan yang diinginkannya. Dengan asumsi bahwa semakin tinggi terpenuhi sumber kepuasan kerjanya, maka semakin tinggi pula kepuasan kerjanya. Sebaliknya semakin tidak terpenuhinya sumber kepuasan kerja, maka semakin tidak puaslah guru yang bersangkutan.
Indikator sumber-sumber kepuasan kerja guru dalam tataran konteks ideal praktis, adalah “:
a.       Tingkat prestasi guru, dengan indikator keberhasilan guru dalam melaksanakan tugas,  dalam memecahkan masalah, dan melihat hasil kegiatannya.
b.      Tingkat pengakuan (penghargaan) yang diterima guru.
c.       Tingkat tanggungjawab guru pada pekerjaannya.
d.      Tingkat kesinambungan dan kepastian jenjang kepangkatan dan karier seorang guru. 
Sementara itu, tingkat ketidak puasan kerja guru dapat timbul dari sumber-sumber berikut ini :
a.       Tingkat kebijakan dan administrasi.
b.      Tingkat pelaksanaan supervisi yang bersifat teknikal.
c.       Tingkat kesejahteraan.
d.      Tingat hubungan antar personal.
e.       Tingkat kondisi kerja.
f.       Tingkat peluang untuk tumbuh.
g.      Tingkat effek kerja terhadap kehidupan pribadi
h.      Tingkat keamanan kerja.
i.        Tingkat status.
Salah satu hal yang patut dipertimbangkan dalam upaya meningkatkan Kinerja Guru adalah melalui peningkatan fungsi komunikasi sesama guru maupun antara guru dengan siswa didiknya sehingga terjadi sebuah interaksi dan pertukaran informasi yang berguna seputar pengajaran dan pembelajaran yang mampu meningkatkan efektivitas kerja guru itu sendiri. Menurut Gary A. Davis dan Margaret A. Thomas (dalam Prof. Suyanto, Ph.D, artikel internet “Guru Yang Profesional Dan Efektif”)., paling tidak ada empat kelompok besar ciri-ciri guru yang efektif. Keempat kelompok itu terdiri dari: Pertama, memiliki kemampuan yang terkait dengan iklim belajar di kelas, yang kemudian dapat dirinci lagi menjadi (1) memiliki kemampuan untuk menunjukkan empati, penghargaan kepada siswa, dan ketulusan; (2) memiliki hubungan baik dengan siswa; (3) mampu menerima, mengakui,  dan memperhatikan siswa secara tulus; (4) menunjukkan minat dan antusias yang tinggi dalam mengajar; (5) mampu menciptakan atmosfir untuk tumbuhnya kerja sama dan kohesivitas dalam dan antar kelompok siswa; (6) mampu melibatkan siswa dalam mengorganisasikan dan merencanakan kegiatan pembelajaran; (7) mampu mendengarkan siswa dan menghargai hak siswa untuk berbicara dalam setiap diskusi; (8) mampu meminimal-kan friksi-friksi di kelas jika ada.
Kedua, kemampuan yang terkait dengan strategi manajemen pembelajaran, yang  meliputi: (1) memiliki kemampuan untuk menghadapi dan menangani siswa yang tidak memiliki perhatian, suka menyela, mengalihkan pembicaraan, dan mampu memberikan transisi substansi bahan ajar dalam proses pembelajaran; (2) mampu bertanya atau memberikan tugas yang memerlukan tingkatan berpikir yang berbeda untuk semua siswa.
Ketiga, memiliki kemampuan yang terkait dengan pemberian umpan balik (feedback) dan penguatan (reinforcement), yang terdiri dari: (1) mampu memberikan umpan balik yang positif terhadap respon siswa; (2) mampu memberikan respon yang bersifat membantu terhadap siswa yang lamban belajar; (3) mampu memberikan tindak lanjut terhadap jawaban siswa yang kurang memuaskan; (4) Mampu memberikan bantuan profesional kepada siswa jika diperlukan.
Keempat, memiliki kemampuan yang terkait dengan peningkatan diri, terdiri dari: (1) mampu menerapkan kurikulum dan metode mengajar secara inovatif; (2) mampu mem-perluas dan menambah pengetahuan mengenai metode-metode pengajaran; (3) mampu memanfaatkan perencanaan guru secara kelompok untuk menciptakan dan mengembang-kan metode pengajaran yang relevan. Berdasarkan hal tersebut tersirat bahwa seorang guru harus mampu berkomunikasi dan mengkomunikasikan berbagai hal antara dirinya dengan siswa  maupun unsur lainnya yang terlibat dalam proses pendidikan. Berdasarkan beberapa pemikiran di atas dapat diambil suatu kesimpulan bahwa kinerja guru sangat tergantung kepada kepuasan kerja guru dalam melaksankan proses pembelajaran yaitu bagaimana guru merancang, melaksanakan dan mengevaluasi pembelajaran. Kepuasan guru dinilai penting untuk mendapatkan kenyamanan dalam bekerja, sehingga akan berimplikasi pada peningkatan kinerja guru. Terciptanya kerja pada seorang  guru diharapkan terjadi peningkatan mutu pendidikan secara menyeluruh.
Kondisi empiris guru Sekolah Dasar Negeri di Kabupaten Indramayu dari sudut pandang penulis dalam konteks kepuasan kerja dan kinerja guru, adalah sebagai berikut :
a.       Tingkat prestasi guru, dengan indikator keberhasilan guru dalam melaksanakan tugas,  dalam memecahkan masalah, dan melihat hasil kegiatannya , masih lemah.
b.      Tingkat pengakuan (penghargaan) yang diterima guru, baik dari masyarakat, birokrat, dan orang tua siswa, masih sangat kecil.
c.       Tingkat tanggungjawab guru pada pekerjaannya masih lemah.
d.      Tingkat kesinambungan dan kepastian jenjang kepangkatan dan karier seorang guru masih belum jelals dan belum berjenjang. 
Sementara itu, tingkat ketidak puasan kerja guru dapat timbul dari sumber-sumber berikut ini :
a.       Lemahnya standarisasi kebijakan dan administrasi.
b.      Lemahnya pelaksanaan supervisi yang dilakukan oleh kepala sekolah.
c.       Lemahnya tingkat kesejahteraan.
d.      Lemahnya tingkat hubungan antar personal.
e.       Lemahnya tingkat kondisi kerja.
f.       Lemahnya peluang untuk tumbuh.
g.      Lemahnya tingkat effek kerja terhadap kehidupan pribadi
h.      Lemahnya tingkat keamanan kerja.
i.        Lemahnya tingkat status.

B.     Kajian Teoritis
1. Konsep Manajemen
Istilah manajemen berasal dari bahasa Inggris yaitu “manage” yang berarti mengelola, membina, mengendalikan, mengatur, menata ataupun menangani. Dibawah ini ada beberapa pendapat tentang arti dari manajemen sebagai berikut:
G.R. Terry (1960): “Management is the accomplishing of the predetermined, objective through the efforts of other people” (manajemen adalah melakukan pencapaian tujuan (organisasi) yang sudah ditentukan sebelumnya dengan mempergunakan bantuan orang lain).
Harold Koontz dan Cyril O. Donnel (1959): “Management is getting done, through other people” (manajemen adalah penyelesaian pekerjaan melalui orang lain). 
John M. Pfifner (1967): “Management is concerned with the direction of these individuals and functions to achieve ends previously determined” (manajemen berhubungan dengan pengarahan orang dan tugas-tugasnya untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan).
Stoner dan Freeman (1992): Manajemen adalah proses perencanaan, pengorganisasian, pengarahan dan pengendalian upaya anggota organisasi dan proses penggunaan semua sumber daya organisasi untuk tercapainya tujuan yang telah ditetapkan.
Dengan demikian manajemen merupakan alat untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Manajemen yang baik akan memudahkan terwujudnya tujuan organisasi atau perusahaan, karyawan dan masyarakat. Dengan manajemen, daya guna dan hasil guna unsur-unsur (komponen) manajemen akan dapat ditingkatkan. Adapun unsur (komponen) manajemen terdiri dari man, money, methode, machines, materials dan market atau disingkat 6 M.
            Dikemukakan oleh Turney, N Hatton, K.Laws, Sinclair, D. Smith (1992)  secara rinci dikemukakan bahwa terdapat lima peran dalam kerangka kerja manajer dalam kemampuan manajerialnya, yakni Planning (perencanan), Communicating (berkomunikasi), Organizing (mengorganisasi), Motivating (Memotivasi) , dan Controlling (pengawasan). Selanjutnya peran manajemen (dalam hal ini kepala sekolah) dapat gambar berikut.

Venn Diagram
Gambar : 2.1. Manager Roles

Lebih jauh Turney, N Hatton, K.Laws, Sinclair, D. Smith (1992) menjelaskan , dalam tugas penyusunan perencanaan, seorang manajer (kepala sekolah) terkait dengan kecerdasan untuk pelaksanaan aktivitas. Kesiapan  perencanan sebuah penetapan tujuan dan mengkoordinasikan manusia untuk memenuhi tujuan sebuah pengembangan. Adapun tugas manajer (kepala sekolah) dalam menyusun perencanaan, adalah : (1) merumuskan visi dan misi; (2) membuat kebijakan dan arah tujuan; (3) merancang program; (4) menentukan alokasi sumber anggaran; dan (5) memodifikasi kebijakan perencanaan.
Dalam tugas melakukan komunikasi, seorang manajer (kepala sekolah) berkaitan dengan keterlibatan diantara berbagai pimpinan, keterangan, gagasan, pertanyaan diantara individu atau diantara kelompok kolega Adapun tugas manajer (kepala sekolah) dalam melakukan komunikasi, adalah : (1) menciptakan sistem komunikasi; (2) berkonsultasi dengan individu dan kelompok; (3) mengembangkan keahlian; dan (4) menanggulangi masalah.
Dalam tugas memberikan motivasi, seorang manajer (kepala sekolah) berkaitan dengan penimbulan dan mendorong seseorang perhatian terhadap sekolah, sikap mereka dalam pekerjaan dan terhadap kemajuan. Adapun tugas manajer (kepala sekolah) dalam memberikan motivasi, adalah : (1) memberi harapan pada penyelesaian masalah; (2) meningkatkan kondisi guru; (3) mendukung individu dan kelompok; (4) mengembangkan iklim dan semangat juang.
Dalam tugas melakukan pengorganisasian, seorang manajer (kepala sekolah) berkaitan dengan mengatur partisipasi dalam pekerjaan di sekolah dan sumber daya yang tersedia untuk  jaminan keberhasilan dalam pelaksanaan kebijakan dan perencanan. Adapun tugas manajer (kepala sekolah) dalam melakukan pengorganisasian, adalah : (1) melakukan pengembangan dan modifikasi struktur organisasi; (2) mengorientasikan partisifasi dan menetapkan harapan tinggi; (3) menugaskan dan pendelegasian wewenang.
Dalam tugas melakukan pengawasan, seorang manajer (kepala sekolah) bertanggungjawab untuk memastikan bahwa konsistensi aktivitas pada sekolah dan perencanan pada organisasi mencapai sasaran kesuksesan. Adapun tugas manajer (kepala sekolah) dalam melakukan pengawasan, adalah : (1) menetapkan standarisasi; (2) pengaruh pelaksanan; (3) menilai dan monitoring; (4) memprakarsai memperbaiki tindakan.
Berdasarkan teori yang dikemukkan diatas, maka penulis menyimpulkan bahwa kemampuan manajerial kepala sekolah memiliki dimensi yakni: kepemimpinan, motivasi, dan pelaksanaan fungsi-fungsi manajemen.

2.      Konsep Motivasi
Motivasi adalah perubahan energi dalam diri (pribadi) seseorang yang ditandai dengan timbulnya perasaan dan reaksi untuk mencapai tujuan. Teori motivasi adalah suatu pandangan tentang cara atau sistem pemberian motivasi yang sampai batas-batas tertentu bersifat normatif. Dalam konteks teori terdapat prinsip-prinsip, norma-norma yang dapat dipergunakan sebagai pedoman dalam memberikan motivasi kepada orang-orang atau kelompok tertentu. Dalam perkembangannya teori motivasi berkembang sangat pesat dan terdiri dari berbagai pandangan mengakibatkan beragamnya teori yang membahas motivasi.
            Motivasi memiliki komponen dalam dan komponen luar. Ada kaitan yang erat antara motivasi dan kebutuhan, dan drive dengan tujuan, dan insentif. Selain itu menurut MC. Donald yang dikutip oleh  Hamalik, (2001 : 158): “ motivision is an energi change within the person characterized by effective arousal and actipatory goal reaction”. Didalam perumusan kita dapat lihat, bahwa ada tiga unsur yang saling berkaitan, yaitu sebagai berikut :
  1. Motivasi dimulai dari adanya perubahan energi dalam pribadi. Perubahan-perubahan dalam motivasi timbul dari perubahan-perubahan tertentu dalam sistem neorophisiologis dalam organisme manusia, misalnya karena terjadi dalam perubahan sistem pencernaan maka timbul motif lapar. Tapi ada juga perubahan yang tidak diketahui.
  2. Motivasi ditandai dengan timbulnya perasaan effective arousal. Mula-mula merupakan ketegangan psikologis, lalu merupakan suasana emosi. Suasana emosi ini menimbulkan kelakuan yang bermotif perubahan ini mungkin bisa dan mungkin juga tidak, kita hanya dapat melihatnya dalam perbuatan. Misalnya seseorang terlibat dalam suatu diskusi, karena dia merasa tertarik pada masalah yang akan dibicarakan maka suaranya akan timbul dan kata-katanya dengan lancar dan cepat akan lancar.
  3. Motivasi ditandai dengan reaksi-reaksi untuk mencapai tujuan. Pribadi yang bermotivasi mengadakan respons-respons yang tertuju kearah suatu tujuan. Respons-respons itu berfungsi mengurangi ketegangan yang disebabkan oleh perubahan energi dalam dirinya. Setiap respons merupakan suatu langkah kearah mencapai tujuan, misalnya si A ingin mendapat hadiah maka ia akan belajar, mengikuti ceramah, bertanya, membaca buku dan mengikuti tes.
Motivasi memiliki dua komponen, yakni komponen dalam ( inter component ) dan komponen luar ( outer component ). Komponen dalam ialah perubahan dalam diri seseorang, keadaan merasa tidak puas dan ketegangan psikologis. Komponen luar ialah apa yang diinginkan seseorang, tujuan yang menjadi arah kelakuannya. Jadi, komponen dalam ialah perubahan-perubahan yang ingin dipuaskan, sedangkan komponen luar ialah tujuan yang hendak dicapai. Antara kebutuhan-motivasi-perbuatan atau kelakuan, tujuan dan kepuasan terdapat hubungan dan kaitan yang kuat. Setiap perbuatan senantiasa berkat adanya dorongan motivasi. Timbulnya motivasi oleh karena seseorang merasakan sesuatu kebutuhan tertentu dan karenanya perbuatan tadi terarah kepada pencapaian tujuan tetentu pula. Apabila tujuan telah dicapai maka ia akan merasa puas. Kelakuan yang memberikan kepuasan terhadap sesuatu kebutuhan akan cenderung untuk diulang kembali, sehingga ia akan menjadi lebih kuat dan lebih mantap.
Kebutuhan adalah kecenderungan-kecenderungan permanen dalam diri seseorang yang menimbulkan dorongan dan menimbulkan kelakuan untuk mencapai tujuan. Kebutuhan ini timbul oleh karena adanya perubahan (internal change ) dalam organisme atau disebabkan oleh perangsang kejadian-kejadian dilingkungan organisme. Begitu terjadi perubahan tadi, maka begitu timbul energi yang mendasari kelakuan kearah tujuan. Jadi, timbulnya kebutuhan inilah yang menimbulkan motivasi pada kelakuan seseorang.
Drive adalah sesuatu perubahan dalam struktur neorofisiologis seseorang yang menjadi dasar organisme dari perubahan energi, yang disebut motivasi. Jadi timbulnya motivasi disebabkan karena terjadi perubahan-perubahan neorofisiologis. Dikatakan oleh Morgan dan Steller, yang dikutip oleh Hamalik, ( 2001 : 160), bahwa : “ A drive is an intuiting neourophysiological condition that is a change we call motivation”. Jelas sekali bahwa hubungan antara motivasi dan drive kebutuhan ternyata erat sekali.
Tujuan adalah sesuatu yang hendak dicapai oleh suatu perbuatan yang apabila tecapai akan memuaskan individu. Adanya tujuan yang jelas dan disadari akan mempengaruhi kebutuhan dan ini akan mendorong timbulnya motivasi. Jadi, suatu tujuan dapat juga membangkitkan timbulnya motivasi dalam diri seseorang. Dikatakan oleh William Burton, yang dikutip oleh Hamalik,  ( 2001 : 160 ), bahwa:
      Individuals are motivated by purposes and goals which make sense    to those.“Individuals motivating then becomes the subtle of seizing upon natural     purposes already existing, within the on going activities of the leames, or Setting the stage, manipulating the environment so that purposes meaningful to the learner are brought to light.

Incentive ialah hal-hal yang disediakan oleh lingkungan (Pimpinan) dengan maksud merangsang pegawai bekerja lebih giat dan lebih baik, misalnya kenaikan pangkat, jabatan, hadiah dan lain-lain. Incentive dapat untuk memuaskan atau tidak memuaskan kebutuhan individu. Incentive dapat menjadi tujuan atau identik dengan tujuan. Jadi, terdapat hubungan yang erat antara motivasi dan incentive. Para pimpinan sering kali  menggunakan incentive untuk memberikan motivasi kepada para pegawai untuk mencapai tujuan-tujuan yang diinginkan. Incentive ini akan bermanfaat apabila mengandung tujuan yang akan memberikan kepuasan kepada kebutuhan psikologis. Pegawai. Karena itu pimpinan harus kreatif dan imajinatif menyediakan incentive tersebut.
Motivasi dapat diartikan sebagai dorongan (daya penggerak) di dalam individu untuk melakukan kegiatan guna mendapatkan sesuatu yang diinginkan. Setiap orang dalam hidupnya memerlukan kebutuhan, baik kebutuhan jasmani maupun rohani. Dengan adanya kebutuhan tersebut akan mendorong adanya rangsangan ( stimulasi  ) dan tingkah laku balas (responsi). Menurut Manulang  (1992 : 56), motivasi dapat dirumuskan sebagai berikut :
1.      Setiap perasaan atau kehendak dan keinginan yang amat mempengaruhi   kemauan individu, sehingga individu tersebut terdorong untuk berprilaku dan bertindak.
2.      Pengaruh kekuatan yang menimbulkan perilaku individu.
3.      Setiap tindakan atau kejadian yang menyebabkan berubahnya perilaku seseorang.
4.      Proses dalam yang menentukan gerakan atau tingkah laku individu kepada tujuan (goals).
Dari uraian dan beberapa pendapat diatas, dapat disimpulkan bahwa motivasi pada dasarnya ditimbulkan oleh dorongan (daya bathin) yang timbul dari dalam diri seseorang.
            Menurut Saydam ( 1996 : 227 ), menyatakan pengertian motivasi adalah sebagai berikut motivasi merupakan semua kekuatan yang ada dalam diri seseorang. Mengartikan motivasi sebagai berikut : motivasi adalah kondisi mental yang mendorong dilakukannya suatu tindakan (action atau activites) dan memberikan kekuatan  (energy) yang mengarah kepada pencapaian kebutuhan, memberi kepuasan ataupun mengurangi ketidakseimbangan.
            Sedangkan menurut Manulang ( 1992 : 146 ) mengatakan motivasi sebagai berikut : Motivasi dapat diartikan faktor yang mendorong orang untuk bertindak dengan cara tertentu.
            Dari ketiga pengertian tersebut diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa dalam diri seseorang terdapat motivasi. Motivasi inilah yang mendorong seseorang untuk melakukan sesuatu. Apakah sesuatu yang dilakukannya itu baik atau buruk, tergantung dari motivasi yang ada dalam diri seseorang tersebut.
            Dalam suatu organisasi tentunya motivasi yang diharapkan muncul dan berkembang di dalam diri setiap karyawan adalah yang bersifat positif. Dalam arti timbulnya suatu faktor/kejadian yang mendorong seorang karyawan melakukan tugas dan kegiatan secara maksimal sesuai yang diinginkan oleh pimpinannya untuk mencapai tujuan organisasi. Apabila setiap karyawan telah termotivasi dengan baik, maka akan mempercepat pencapaian tujuan organisasi.
            Motivasi timbul karena faktor instrinsik (sikap, kepribadian, pendidikan, pengalaman, pengetahuan dan cita-cita) dan ektrinsik (gaya kepemimpinan, dorongan atau bimbingan seseorang, perkembangan situasi, dan sebagainya). Dalam kegiatannya dengan kehidupan organisasi, motivasi berarti dorongan  yang memberikan semangat kerja kepada para karyawan untuk berperilaku tertentu dalam usaha mencapai tujuan organisasi yang telah ditentukan. Seseorang karyawan dapat menyelesaikan perkerjaannya dengan baik bila mempunyai motivasi tinggi dengan kecakapan sedang-sedang saja. Sebaliknya orang yang mempunyai kecakapan tinggi tidak diimbangi dengan motivasi tinggi tidak akan dapat menyelesaikan pekerjaannya dengan baik.
            Sejumlah ahli mengkaji motivasi dari berbagai sudut pandang. Apa yang mereka paparkan selanjutnya menjadi titik tolak para penganutnya untuk membaca, meneliti dan menelaah berbagai kasus. Titik tolak para ahli yang berkembang dan menjadi pegangan tersebut, akhirnya disebut teori mengenai motivasi.
            Teori disebut demikian karena berisi suatu rumusan dari suatu subyek yang telah dikaji secara ilmiah. Dalam pandangan lain, teori adalah suatu rumusan dari suatu  pendapat yang dikemukakan secara logis atau rasional. Pendek kata teori ialah rumusan dari suatu pandangan , pendapat atau pengertian tentang suatu yang dipandang sebagai pengetahuan yang tinggi yang telah dipelajari secara ilmiah.
            Motivasi kerja memang merupakan sesuatu hal yang sangat penting dalam suatu organisasi. Disatu pihak motivasi mempunyai peranan yang sangat penting bagi sikap unsur pimpinan , sedang dipihak lain motivasi merupakan suatu hal yang dirasakan, sulit oleh para pemegang jabatan. Oleh kerena itu setiap pimpinan perlu memahami apa arti hakikat motivasi, yang tidak kalah pentingnya ialah mengetahui kelompok bawahan yang perlu dimotivasi.
            Stoner (dalam Wahjosumidjo, 1987 : 181)  mengelompokkan teori motivasi kedalam dua kelompok.  Kelompok pertama tergolong teori motivasi kebutuhan  (content theories of motivation), sedangkan kelompok kedua ialah yang tergolong teori motivasi instrumental (instrumental theories of motivation). Secara ringkas, konsep dari masing-masing teori dijelaskan dibawah ini.

 3. Teori Komunikasi
Komunikasi merupakan bagian yang penting dalam kehidupan kerja syatu organisiasi. Hal ini dapat dipahami sebeb komunikasi yang tidak baik mempunyai dampak yang luas terhadap kehidupan organisiasi, sebaliknya komunikasi yan baik dapat meningkatan saling pengertian, kerja sama, dan kepuasan kerja yang sangat besar pengaruhnya terhadap kinerja pegawai dalam organisasi tersebut.
Goestch dan Davis (2002:1-3) mengatakan bahwa dari begitu banyak keterampilan yang dibutuhkan oleh manajer dalam manajemen mutu total atau Total Quality Management (TQM), keterampilan komunikasi adalah yang paling penting. Masing-masing unsur kunci dari konsep mutu total seperti fokus, pelanggan (baik pelanggan internal maupun eksternal ), pelibatan dan pemberian wewenang tota pada karyawan, kepemimpinan, kerja tim, pengambilan keputusan, pencegahan masalah, dan penyelesaian konflik bergantung pada komunikasi yang efektif.
 Komunikasi pada dasarnya adalah proses penyampaian pesan/pikiran/perasaan. Oleh karena itu selalu ada lima unsur pokok dalam komunikasi (Ibrahim dan Kusmintardjo, 1997) sebagai berikut:
  1. Komunikator yaitu orang yang menyampaikan pesan/perasaan/pikiran kepada pihak lain.
  2. Komunikan yaitu orang atau sekelompok orang yang “dikirimi” pesan/perasaan/pikiran.
  3. Pesan yaitu sesuatu yang disampaikan oleh komunikator. Pesan dapat berupa informasi, instruksi, perasaan dan sebagainya.
  4. Media yaitu cara pesan itu disampaikan. Media komunikasi dapat berupa lisan, tulisan, gambar, film dan lainnya.
  5. Efek itu perubahan yang diharapkan terjadi pada komunikan, setelah mendapatkan pesan dari komunikator.
Selanjutnya Ibrahim dan Kusmintardjo, menjelaskan bahwa proses komunikasi melewati tiga tahapan penting yaitu encoding, penyampaian dan decoding. Pada tahap encoding, gagasan/program yang akan dikomunikasikan diwujudkan dalam kalimat atau gambar. Pada tahap ini harus dipilih kata-kata, istilah, kalimat, gambar yang mudah dipahami oleh komunikan. Perlu dihindari istilah-istilah yang tidak dikenal atau dapat membuat bingung komunikan. Pada tahap penyampaian, istilah gagasan yang sudah diwujudkan dalam bentuk kalimat dan gambar disampaikan secara lisan, tulisan atau gabungan antara keduanya. Pada tahap decoding, komunikan mencerna dan memahami kalimat dan gambar yang diterima menurut pengalaman yang dimiliki. Komunikasi disebut efektif atau dapat mencapai tujuan jika terjadi perubahan perilaku pada komunikan, seperti yang diharapkan oleh sikomunikator.
Ada hal-hal yang perlu diperhatikan dalam berkomunikasi (Abizar, 1988) sebagai berikut:
1.      Pribadi komunikan (orang yang diajak komunikasi).
Pribadi harus dipandang sebagai kesatuan yang utuh. Saat berkomunikasi, seseorang akan dipengaruhi oleh berbagai aspek simultan, antara lain kecerdasan, kondisi fisik dan perasaan. Aspek-aspek tersebut harus diperhatikan agar komunikasi efektif.
2.   Arti kata atau kalimat Arti suatu kata atau kalimat lebih terletak pada diri orang daripada kata atau kalimatitu sendiri. Setiap orang mengartikan kata sesuai dengan pengalaman hidupnya. Oleh karena itu, dalam berkomunikasi, kata-kata kunci harus dijelaskan secara rinci, dengan contoh nyata.
3. Konsep diri. Komunikasi selalu terkait dengan konsep diri. Ketetapan memahami konsep diri, baik diri sendiri maupun komunikan, akan sangat membantu efektifitas komunikasi Saudara.
4. Empati. Jika Saudara berhasil mendapatkan empati dari orang lain, maka komunikasi akan efektif. Mengapa? Karena Saudara dan dia memiliki kesamaan sudut pandang.
5. Umpan balik sangat penting dalam komunikasi. Dengan umpan balik akan diketahui kemungkinan terjadinya kesalahan/perbedaan tafsir. Oleh karena itu dalam berkomunikasi, Saudara perlu selalu mendapatkan umpan balik dari komunikan.
      Harold D. Laswell (dalam Haasibuan, 2003:194) menyatakan bahwa cara yang tepat untuk menyampaikan komunikasi adalah menjawab pertanyaan berikut :
a.       Siapa (who) ?
b.      Mengatakan apa (says what) ?
c.       Melalui saluran apa (in what channel) ?
d.      Kepada siapa (to whom) ?
e.       Dengan efek bagaimana (with what effect) ?
Dalam buku “The Essenc of Effective Communication” Ludlow dan Panton (1992:139) menyatakan bahwa diantara empat kemampuan dasar komuniksi yang harus dipelajari secara terus menerus adalah listening, giving and receiving feedback (mendengarkan, memberi dan menerima umpan balik).
Bovee dan Thill (1995:569-570) menyatakan bahwa kemampuan mendengarkan adalah keahlian vital dalam bisnis (the vital skill in business). Proses mendengarkan melibatkan 5 (lima) aktivitas yang saling berhubungan, yaitu:
1.      Sensing (mengerti secara mendalam), adalah mendengakan pesan secara fisik dan membuat catatan. Proses ini harus terlepas dari pengaruh-pengaruh kebisingan, mendengarkan secara ganda dan terganggunya konsentrasi.
2.      Interpreting (menguraikan dan menyerap isi pesan), dalam proses ini pebisnis harus menginterprestasi pesan yang didengar dan menghubungkannya dengan nilai-nilai, kepercayaan, ide, harapan kebutuhan. Oleh karena itu pendengar (pebisnis) harus secara tanggap menentukan apa yang sebenarnya dimaksud oleh pembicara sehingga dapat memberikan jawaban atau tanggapan yang akurat.
3.      Evaluating (mengevluasi), adalah membentuk opini tentang pesan yang disampaikan.
4.      Remembering (menigngat) adalah menyimpan pesan untuk digunakan sebagai referensi selanjutnya.
5.      Responding (menanggapi) adalah bereaksi terhadap pemberi/penyampai pesan
Proses komunikasi seringkali dijumpai beberapa macam hambatan, menurut Diana dan Tjiptono (2001) hambatan-hambatan tersebut diantarnya berupa:
1.      Filtering, dimana pengirim memodifikasi yang akan dsampaikan, ia hanya akan menyampaikn inormasi yng sesuai dengan minat dan kehendak penerima.
2.      Selective Perception, yaitu penerima hanya mau mendengar informasi yang ingin ia dengar. Penentuan informasi yang diinginkan tergantung pada kebutuhan, sikap, minat dan pengharpannya.
3.      Perbedaan bahasa
4.      Keadaan emosi pengirim dan penerima. Keberadaan system informasi yang tepat merupakan alat penting bagi komunikasi.
Fergus dan Panton (2002:12) menjelaskan hambatan-hambatan dalam berkomunikasi adalah sebagai berikut:
1.      Barriers to Reception (gangguan penerimaan) yang meliputi:
    • Environtmental stimuli (rangsangan lingkungan)
    • The receiver’s attitude and value (sikap dan nilai penerima pesan)
    • The receiver’s need and expectations (harapan dan kebutuhan penerima pesan)
2.      Barrier’s to Understnding (gangguan pemahaman)
·         Language, semantic problem (bahasa, masalah arti kata)
·         The ability of the receiver to listen and receive message, especially which threaten his or her self concept (kemampuan penerima pesan untuk mendengarkan dan menerima pesan terutama yang mengancam konsep diri mereka)
·         The length of communication (panjangnya komunikasi).
·         Status effect (efek status).
3.      Barriers to Acceptance
·         Prejudices (prasangka/peranggapan)
·         Interpersonal conflict between sender and receiver (konflik antara pengirim dan penerima pesan).
Secara teoritis ada berbagai macam system komunikasi, menurut Hariandja (2002), system komunikasi dapat dikategorikan menjadi tiga yaitu, komunikasi ke bawah (downward communication), komunikasi ke atas (upward communication) dan komunikasi kesamping (lateral communication).
Komunikasi ke bawah adalah penyimpan informasi-informasi atau gagasan dari atas atau pimpinan ke bawah. Informasi-informasi yng disampaikan bisa meliputi banyak hal seperti tugas-tugas yang harus dilakukan bawahan, kebijakan organisasi, tujuan-tujuan yang ingin dicapai dan adanya perubahan-peruba kebijakan. Komunikasi ke atas adalah penyampaian informasi dari pegawai keatasan atau perusahaan. Formasi ini bisa berupa laporan penjelasan tugas, gagasan, keluhan dan lain-lain. Komunikasi ke samping adalah komunikasi yang terjadi diantara pegawai dengan tingkat yang sama dalam orgnisasi, tetapi mereka mempunyai tugas yang berbeda.

             4. Kompetensi Guru
Dalam upaya meningkatkan mutu pendidikan nasional, pemerintah khususnya melalui Depdiknas terus menerus berupaya melakukan berbagai perubahan dan pembaharuan sistem pendidikan kita. Salah satu upaya yang sudah dan sedang dilakukan, yaitu berkaitan dengan faktor guru.
Lahirnya Undang-Undang No. 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen dan Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, pada dasarnya merupakan kebijakan pemerintah yang didalamnya memuat usaha pemerintah untuk menata dan memperbaiki mutu guru di Indonesia. Michael G. Fullan yang dikutip oleh Suyanto dan Djihad Hisyam (2000) mengemukakan bahwa “educational change depends on what teachers do and think…”. Pendapat tersebut mengisyaratkan bahwa perubahan dan pembaharuan sistem pendidikan sangat bergantung pada “what teachers do and think“. atau dengan kata lain bergantung pada penguasaan kompetensi guru.
Jika kita amati lebih jauh tentang realita kompetensi guru saat ini agaknya masih beragam. Sudarwan Danim (2002) mengungkapkan bahwa salah satu ciri krisis pendidikan di Indonesia adalah guru belum mampu menunjukkan kinerja (work performance) yang memadai. Hal ini menunjukkan bahwa kinerja guru belum sepenuhnya ditopang oleh derajat penguasaan kompetensi yang memadai, oleh karena itu perlu adanya upaya yang komprehensif guna meningkatkan kompetensi guru.
Apa yang dimaksud dengan kompetensi itu ? Louise Moqvist (2003) mengemukakan bahwa “competency has been defined in the light of actual circumstances relating to the individual and work”. Sementara itu, dari Trainning Agency sebagaimana disampaikan Len Holmes (1992) menyebutkan bahwa : ” A competence is a description of something which a person who works in a given occupational area should be able to do. It is a description of an action, behaviour or outcome which a person should be able to demonstrate.”
Dari kedua pendapat di atas kita dapat menarik benang merah bahwa kompetensi pada dasarnya merupakan gambaran tentang apa yang seyogyanya dapat dilakukan (be able to do) seseorang dalam suatu pekerjaan, berupa kegiatan, perilaku dan hasil yang seyogyanya dapat ditampilkan atau ditunjukkan.
Agar dapat melakukan (be able to do) sesuatu dalam pekerjaannya, tentu saja seseorang harus memiliki kemampuan (ability) dalam bentuk pengetahuan (knowledge), sikap (attitude) dan keterampilan (skill) yang sesuai dengan bidang pekerjaannya.
Mengacu pada pengertian kompetensi di atas, maka dalam hal ini kompetensi guru dapat dimaknai sebagai gambaran tentang apa yang seyogyanya dapat dilakukan seseorang guru dalam melaksanakan pekerjaannya, baik berupa kegiatan, berperilaku maupun hasil yang dapat ditunjukkan. Lebih jauh, Raka Joni sebagaimana dikutip oleh Suyanto dan Djihad Hisyam (2000) mengemukakan tiga jenis kompetensi guru, yaitu :
(1)   Kompetensi profesional; memiliki pengetahuan yang luas dari bidang studi yang diajarkannya, memilih dan menggunakan berbagai metode mengajar di dalam proses belajar mengajar yang diselenggarakannya.
(2)   Kompetensi kemasyarakatan; mampu berkomunikasi, baik dengan siswa, sesama guru, maupun masyarakat luas.
(3)   Kompetensi personal; yaitu memiliki kepribadian yang mantap dan patut diteladani. Dengan demikian, seorang guru akan mampu menjadi seorang pemimpin yang menjalankan peran : ing ngarso sung tulada, ing madya mangun karsa, tut wuri handayani.
Menurut Muhhibin Syah (1997 : 229) , pengertian dasar kompetensi (competency) adalah "kemampuan atau kecakapan."
Padanan kata berasal dari bahasa inggris ini cukup banyak dan yang lebih relevan dengan pembahasan ini ialah kata proficiency dan ability yang memiliki arti kurang lebih sama yaitu kemampuan. Hanya proficiency lebih sering digunakan orang untuk menyatakan kemampuan berperingkat tinggi.
Disamping berarti kemampuan, kompetensi menurut Mc Leod (1989), yang dikutip oleh Muhibbin Syah (1997 : 229), dalam buku psikologi pendidikan berarti :"... the state of being legally competent or qualified, yakni keadaan yang berwewenang atau memenuhi syarat menurut ketentuan hukum."
Adapun kompetensi guru (teacher competency) menurut Barlow (1985) yang juga dikutip oleh Muhibbin Syah (1997 : 229), mengemukakan bahwa, kompetensi ialah "The ability of a teacher to responsibly perform his or her duties uppropriuty ". Artinya, kompetensi merupakan kemampuan seorang guru dalam melaksanakan kewajiban- kewajibannya secara bertanggung jawab dan layak.
Berdasarkan pengertian diatas, maka kompetensi guru dapat diartikan sebagai kemampuan dan kewenangan guru dalam menjalankan profesi keguruannya. Artinya guru yang piawai dalam melaksanakan profesinya dapat disebut sebagai guru yang kompeten dan profesional. Dari pengertian tersebut, dapat disimpulkan bahwa suatu pekerjaan yang bersifat profesional memerlukan beberapa bidang ilmu yang secara sengaja harus dipelajari dan kemudian dialpikasikan bagi kepentingan umum. Atas dasar pngertian ini, ternyata pekerjaan profesional berbeda dengan pekerjaan lainnya karena suatu profesi memerlukan kemampuan dan keahlian khusus dalam melaksanakan profesinya. Sebagaimana dikemukakan oleh Nana Sudjana, 1988, yang dikutip oleh Moh. Uzer Usman (1995 : 14), kata "Profesional berasal dari kata sifat yang berarti pencaharian dan sebagai kata benda yang berarti orang yang mempunyai keahlian seperti guru, dokter, hakim dan sebagainya".
Dengan kata lain pekerjaan yang bersifat profesional adalah pekerjaan yang hanya dapat dilakukan oleh mereka yang khusus dipersiapkan untuk itu dan bukan pekerjaan yang dilakukan oleh mereka yang karena tidak dapat memperoleh pekerjaan lain.
Bertitik tolak pada pengertian ini, maka pengertian guru profesional adalah orang yang memiliki kemampuan dan keahlian khusus dalam bidang keguruan sehingga ia mampu melaksanakan tugas dan fungsinya sebagai guru dengan  kemampuan maksimal. Atau dengan kata lain, guru profesional adalah orang yang terdidik dan terlatih dengan baik, serta memiliki pengalaman yang kaya dibidangnya. Yang dimaksud dengan terdidik dan terlatih bukan hanya memperoleh pendidikan formal tetapi juga harus menguasai berbagai strategi atau teknik dalam kegiatan belajar mengajar serta menguasai landasan-landasan kependidikan seperti yang tercantum dalam kompetensi guru yang akan diuraikan berikut.
Selanjutnya dalam melakukan kewenangan profesionalnya, guru dituntut memiliki seperangkat kemampuan (competenev) yang beraneka ragam. Lebih lanjut, Muhhibin Syah (1992 : 230) dalam buku psikologi pendidikan menjelaskan bahwa, "dalam menjalankan kewenangan profesionalnya, yang dituntut memiliki keanekaragaman kecakapan (competencies) yang bersifat psikologis, yang meliputi: kompetensi kognitif, kompetensi afektif guru, dan kompetensi psikomotor guru".

             5. Konsep Kepuasan Kerja
Kepuasaan dapat diartikan sebagai suatu keadaan dimana seseorang individu atau kelompok dapat terpenuhi kebutuhan fisik maupun psikologisnya melebihi harapannya.  Kepuasaan ini tidak dapat dipisahkan dengan konsep pelayanan dari instansi atau lembaga dimana seseorang bekerja atau melaksanakan tugas.
Pengertian pelayanan menurut kamus bahasa Indonesia adalah upaya memberikan kemudahan, sedang yang lainnya  menyebutkan pelayanan sama dengan costumer service. Sedang Tracy (1995) mengartikan pelayanan sebagai pendekatan seutuhnya dari seseorang kepada pelanggan atau masyarakat.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa kualitas pelayanan diartikan secara konseptual sebagai upaya-upaya yang dilakukan perusahaan atau lembaga secara bersahabat, profesional, dan dengan sikap menolong yang ditujukan untuk memberikan kemudahan kepada pelanggan/masyarakat maupun karyawan agar memperoleh kepuasan.
Mengacu pada definisi konseptual di atas serta kedua pendapat tersebut, bahwa mutu pelayanan pada hakekatnya dapat ditingkatkan dengan cara meningkatkan faktor yang meliputi :1). Profesionalisme pelaksana; 2)Perilaku pelaksana; 3)Lingkungan.
Menurut Parasurama, Zeilahmi, dan Berry yang dikutip Philip Kotler (1994, :240) terdapat kriteria pelanggan terhadap mutu pelayanan dari usaha jasa apapun pada dasarnya :
1.       Komunikasi, jasa tersebut dapat dijelaskan dengan tepat dalam bahasa pelanggan.
2.       Kompetensi, para pegawai/aparaturnya memiliki keahlian dan pengetahuan yang diperlukan.
3.       Kesopanan, para pegawai harus ramah, cepat tanggap dan tenang.
4.       Responsif, pelayanan atau respons pegawai terhadap permintaan atau permasalahan yang dihadapi pelanggan dilakukan secara cepat dan kreatif.
5.       Memahami konsumen, pegawai benar-benar membuat usaha untuk memahami kebutuhan dan keinginan pelanggan dan memberikan perhatian secara individual.
Dengan demikian kepuasaan kerja guru dapat diartikan sebagai suatu keadaan dimana seseorang individu atau kelompok guru dapat terpenuhi kebutuhan fisik maupun psikologisnya melebihi harapannya.



        6. Konsep Kinerja
            Bahwa sifat manusia, walaupun sudah mendapatkan pekerjaan atau posisi,namun pada hakikatnya manusia itu selalu menghindari pekerjaan-pekerjaan yang berat yang berisiko tinggi,malah kalau memungkinkan hanya mau pekerjaan yang ringan saja,tetapi mendatangkan ipah yang besar. Hal ini dipertegas oleh pernyataan Mc Gregor (dalam Gomes,1999:198) bahwa:
1)      The average human being has an inherent dislike of work and avoid it if he can.
2)      Because of this human characteristic of dislike of work,most people must be coerced, controlled, directed, threatened with punishment to get them to put forth adequate effort toward the achievement of organizational objectives.
3)      The average human being prefers to be directed, wishes to avoid responsibility, has relatively little ambition, wants security above all.
            Untuk itu sebagimana dikemukakan Mc. Gregor tadi kontrol, pengawasan, perhatian tetap diperlukan. Oleh karena itu peran motivasi seperti kata March dalam Simon (1997: 149) sudah lazim kepuasan kerja serta moral yang meningkat, selalu akan menjelmakan produktivitas kerja meningkat pula. Sedarmayanti (1995 : 67) melihat perihal pengaruh motivasi terhadap produktivitas, menyatakannya sebagai berikut : “Untuk kerja yang baik dapat dipengaruhi oleh kecakapan dan motivasi. Kecakapan tanpa motivasi atau motivasi tanpa kecakapan, keduanya tidak dapat menghasilkan keluaran yang tinggi.”
Pembangunan mutu dan kualitas pendidikan antara lain ditempuh melalui pembangunan mutu para pendidiknya, karena pendidikan merupakan ”The man behind the system/program” serta sebagai faktor kunci yang turut menentukan keberhasilan pendidikan. Dalam hal ini Oteng Sutisna (1991 : 103) mengumukakan bahwa: Kualitas program pendidikan tidak hanya tergantung kepada konsep-konsep program yang cerdas tetapi juga pada personil pengajar yang mempunyai kesanggupan dan keinginan untuk berprestasi. Tanpa personil yang cakap dan efektif, program pendidikan yang dibangun di atas konsep-konsep yang cerdas serta dirancang dengn teliti pun tidak dapat berhasil.
Dengan pernyataan tersebut di lain pihak uru atau tenaga kependidikan lainnya harus memiliki rasa tanggunggjawab untuk meningkatkan kemampuan profesional sebagai pendidik, oleh karena itu tenaga kependidikan berkewajiban untuk berusaha mengembangkan profesionalnya sesuai dengan perkembangan tuntunan ilmu pengetahuan dan teknologi serta pembangunan bangsa.
Kaitannya dengan profesionalisme tenaga pendidik/pengajar, Fakry Gaffar (1987 : 159), menyebutkan bahwa ”Kinerja guru terbagi kedalam tiga bidang besar, yautu: (1) content knwledge, (2) behavioral skills, (3) huan relatios skill”.
Dalam hal ini pertama, Content knowledge berkaitan dengan penguasaan materi pengetahuan yang akan dijarkan kepada peserta didik. Kedua, mengenai Behavioral skills, berupa keterampilan perilaku yang harus dimiliki oleh pengajar/pendidik yang berkaitan dengan penguasaan didaktis metodologis pengajar arah apakah pendidikan yang bersifat pedagogis untuk pendidik anak pun andragogis untuk pendidikan orang dewasa. Ketiga, human relations skill, adalah kemampuan manusiawi untuk dapat menjalin hubungan yang baik dengan unsur manusia yang terlibat dalam proses pendidikan yakni peserta didik, pengajar, dan pimpinan lembaga pendidikan.
Kinerja guru dalam organisasi pendidikan selalu menjadi pembicaraan masyarakat ramai yang harus mendapatkan perhatian. Kinerja guru tidak boleh diabaikan untuk mengacu prestasi belajar siswa yang menjadi idaman masyarakat. Adapun indikator yang dapat diperhatikan untuk mendapatkan kinerja guru yang baik adalah dengan adanya kemampuan guru dalam : (1) membuat perangkat pembelajaran; (2) melaksanakan kegiatan pembelajaran; (3) memberikan dorongan belajar kepada murid dan (4) memahami dan mengikuti pengembangan kurikulum.
Seorang guru dalam melaksanakan tugasnya tidak hanya mengajar atau menyajika materi pelajaran di depan kelas, tetapi juga harus memahmi tugas-tugas lainnya. Hadri Nawawi (1985 : 124) mengemukakan bahwa ”kompetensi guru itu berkenaan dengan kemampuan dasar teknis edukatif dan administratif yaitu: (1) penguasaan bahan pengajaran, (2) mengelola program belajar mengajar, (3) mengelola kelas, (4) menggunakan media/sumber, (5) mengelola dan menyempurnakan interaksi belajar mengajar, (6) memahami fungsi dan program layanan bimbingan belajar:.
Sementara itu Sanusi (1995 : 45) mengemukakan tiga aspek utama kemampuan yang dimiliki oleh seorang guru, yakni: (1) rencana pelajaran (teaching plans and mateials); (2) prosedur mengajar (classroom procedure); dan (3) hubungan antar pibadi (interpersonal skills).
Senada dengan Sanusi, Charles K. Johnsons (1974 : 6) mengemukakan beberapa kometensi yang harus dimiliki guru, yaitu: komponen kinerja (performance component), komponen bahan pengajaran (the teaching subject component), komponen proses pengajaran (the taugh process component), komponen penyesuaian pribadi (the peronal adjustment component) dan komponen sikap (the attitude component).
Sedangkan Conners seperti dikutip Hasibuan (1996 : 54) melihat kegiatan dari sisi tugas guru, Conners mengidentifikasi tugas mengajar guru menjadi tiga tahap, yaitu: (1) tahap sebelum mengajar, (2) tahap pengjarn, dan (3) tahap sesudah mengajar.
Sedangkan Ratchs, sebagaimana dikutif Djam’an Satori (1980 : 36) mengemukakan tiga belas fungsi yng diharpkan dimiliki oleh seorang guru, yaitu:
1)      Berinisiatif, membimbing dan memberi arah,
2)      Mengubah dan menyempurnakan kurikulum,
3)      Memberitahukan, menerangkan dan menunjukkan bagaimana caranya,
4)      Melaksanakan dengan membangkitkan rasa aman dan terjmin,
5)      Proses penjelasan, dari anggapan sampai kepada pembuktian,
6)      Mengkoordinir kerja kelompok,
7)      Membantu memperkaya masyarakat,
8)      Meneliti dan memperbaiki pekerjaan,
9)      ”Evluating, recording dan reporting,
10)  ”School-wde function”,
11)  Memelihara keindahan kelas,
12)  Memelihara dan meningkatkan karier profesional
13)  Hidup sebagai warga negara yang baik.

C.  Penutup       
Kondisi empiris guru Sekolah Dasar Negeri di Kabupaten Indramayu dari sudut pandang penulis dalam konteks kepuasan kerja dan kinerja guru, adalah sebagai berikut :
4.      Tingkat prestasi guru, dengan indikator keberhasilan guru dalam melaksanakan tugas,  dalam memecahkan masalah, dan melihat hasil kegiatannya , masih lemah.
5.      Tingkat pengakuan (penghargaan) yang diterima guru, baik dari masyarakat, birokrat, dan orang tua siswa, masih sangat kecil.
6.      Tingkat tanggungjawab guru pada pekerjaannya masih lemah.
7.      Tingkat kesinambungan dan kepastian jenjang kepangkatan dan karier seorang guru masih belum jelals dan belum berjenjang. 
Sementara itu, tingkat ketidak puasan kerja guru dapat timbul dari sumber-sumber berikut ini :
j.        Lemahnya standarisasi kebijakan dan administrasi.
k.      Lemahnya pelaksanaan supervisi yang dilakukan oleh kepala sekolah.
l.        Lemahnya tingkat kesejahteraan.
m.    Lemahnya tingkat hubungan antar personal.
n.      Lemahnya tingkat kondisi kerja.
o.      Lemahnya peluang untuk tumbuh.
p.      Lemahnya tingkat effek kerja terhadap kehidupan pribadi
q.      Lemahnya tingkat keamanan kerja.
r.        Lemahnya tingkat status.
Dari paparan di atas akhirnya penulis simpulkan bahwa, Faktor kemampuan manajerial  kepala sekolah, kualitas kompetensi guru, motivasi guru,  dan kualitas komunikasi guru menjadi unsur paling dominan yang berpengaruh terhadap kepuasan kerja guru dalam meningkatkan kinerja guru  Sekolah Dasar Negeri di Kabupaten Indramayu

Tidak ada komentar:

Posting Komentar